Telaah Kasus Din Minimi Dalam Sudut Pandang Hukum, Politik, dan Korban

Read Time:12 Minute, 58 Second

Oleh:
Aryos Nivada
Peneliti Jaringan Survey Inisiatif

Pengantar

Din Minimi alias Nurdin bin Ismail sosok yang fenomenal di Aceh, bahkan sosoknya dibicarakan secara nasional. Alasan kesejahteraan rakyat belum terwujud dan rekonsiliasi GAM belum terlaksana sebagaiamana mestinya, sehingga membuat dirinya mengangkat senjata melawan Pemerintah Provinsi Aceh yang dikendalikan oleh duat kepemimpinan Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf. Seiring berkembangan kasus Din Minimi memicu polemik, ketika tindakan dari Bapak Sutiyoso Sebagai Badan Intelijen Negara (BIN) berhasil membuat turun Din Minimi dari gunung. Hal ini patut kita apresiasi langkah dari BIN melalui Bapak Sutiyoso untuk menyelesaikan konflik skala lokal di Provinsi Aceh. Namun mekanisme dan caranya yang dipertanyakan publik Aceh, khususnya perihal usulan pemberian amnesti bagi Din Minimi CS. Berkaitan usulan pemberian amnesti itu membuat publik Aceh maupun nasional terbelah menjadi yang pro dan kontra. Sehingga menarik mentelaha (menganalisis) fonomena sosok Din Minim CS dengan prespektif hukum, politik, dan korban. Dalam telahan ini nantinya akan menghasilkan pertimbangan-pertimbangan dalam beberapa skenario pilihan disertai rekomendasi berupa solusi menemukan titik temu win win solution. Tentunya tidak mencerderai kedudukan hukum sebagai panglima tertinggi dan sisi humanis (kemanusiaan) sebagai bagian pertimbangan. Proses membuat telahan ini dari basis referensi regulasi, referensi data pendukung dari media, artikel, dll.

Memahami Amnesti

Pengertian amnesti berdasarkan UU No. 11 tahun 1954 tentang Amnesti menyebutkan pemberian amnesti adalah semua akibat hukum pidana terhadap orang-orang yang diberikan amnesti dihapuskan. Pandangan umum menyebutkan sebuah tindakan hukum yang mengembalikan status tak bersalah kepada orang yang sudah dinyatakan bersalah secara hukum sebelumnya. Pengertian amnesti lainnya tindakan pidana secara politik yang berupaya menentang kekuasaan negara sehingga menghambat proses jalannya pemerintahan.

Menurut pemikiran Ifdhal Kasim mantan Ketua Komnas Hak Asasi Manusia (diskusi, 03/01.2015) amnesti diberikan untuk mereka yang melakukan pidana melawan negara (crime againt state), bukan kejahatan dilakukan terhadap individu (crime againt persons). Kenapa, karena amnesti ditujukan untuk mendorong terciptanya rekonsiliasi terhadap pihak atau kelompok yang melawan negara. Intinya tidak ada amnesti untuk orang yang membunuh orang lain tanpa konteks politik.

Syarat pemberian amnesti jika merujuk kepada ketentuan universal yang berlaku sebagai berikut; telah menyatakan makar terhadap negara, memiliki organisasi kemiliteran, memiliki struktur militer, menguasai teritorial atau kewilayahan, diakui keberadaannya oleh negaranya sendiri dan dunia internasional. Apakah unsur atau indikator itu dimiliki Din Minimi Cs? Apakah layak dijika tidak memenuhi unsur itu diberikan amnesti?.

Sepanjang rekam jejak sejarah di era Presiden Sukarno memberikan amnesti pada Daud Beureuh dan Kahar Muzakar karena terlibat DI/TII, Presiden Habibie memberikan kepada Xanana Gusmao, serta pengalaman Pemerintah Indonesia memberikan amnesti kepada Gerakan Aceh Merdeka, dll. Itu pun tidak layak dikatakan amnesti karena pihak GAM sendiri mengatakan pembebasan tahanan GAM dan Kombatan dilakukan tanpa syarat. Walaupun tidak semua anggota GAM dan Kombatan yang berstatus narapidana politik (Napol) diberikan amnesti, masih ada tiga (3) orang yang tidak diberikan, karena terlibat kasus kriminalitas. Mereka itu adalah T. Ismuhadi Jafar, Irwan Ilyas, dan Ibrahim Hasan. Jadikanlah pengalaman ini sebagai referensi sebelum memutuskan pemberian amnesti bagi Din Minimi Cs.

 

Perspektif Hukum

skema

Pemberian amnesti bagi merujuk kepada UU No 11 tahun 1954 tentang Pemberian Amensti dan Abolisi, Pasal 4 menyebutkan pemberian amnsti dan abolisi akibat dari pemberian amnesti adalah semua akibat hukum pidana terhadap orang-orang yang diberikan amnesti dihapuskan. Sedangkan untuk pemberian abolisi, penuntutan terhadap orang-orang yang diberikan abolisi ditiadakan. Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 ayat 1 menyatakan presiden memberikan amnesti memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dilanjutkan ke Pasal 2 menyebutkan amnesti dan abolisi tersebut bertujuan untuk peningkatan fungsi dan peran DPR dalam melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan oleh Presiden. Jadi pemberian amnesti seorang presiden tidak lagi bersifat absolut, melainkan harus memperhatikan pertimbangan dari MA atau DPR. Sedangkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 2005 tentang Pemberian Amnesti Umum dan Abolisi digunakan dalam kasus Din Minimi Kepres itu untuk GAM sedangkan Din Minimi berdasarkan informasi bukan GAM dan Kepres itu tidak berlaku bagi anggota GAM yang menggunakan senjata setelah 30 Agustus 2005,

Dikorelasikan dalam konteks kasus Din Minimi Cs sulit bagi pemerintah untuk mendapatkan peluang amnesti bagi Din Minimi. Karena tidak memiliki dasar hukum yang kuat, tidak menyebabkan dampak besar skala Aceh, tidak sangat urgensi karena bukan kebutuhan publik Aceh secara holistik dan nasional sekalipun.

Sekarang yang menjadi pertanyaan krusial adalah apakah dalam pemberian amnesti pemerintah Indonesia berpedoman pada hukum yang berlaku di Indonesia, apalagi kita sebagai negara hukum berdasarkan konstitusi Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 1 ayat (3). Jikalau negara yang di representatifkan melalui presiden tetap memberikan amnesti terhadap Din Minimi, maka presiden telah merusak sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Tidak menutup kemungkinan akan menjadi blunder besar, ketika di berikan. Dimana berujung kepada citra buruk publik menilai seorang presiden. Disisi lain ketika hukum tidak ditegakan maka berdampak kepada penghormatan masyarakat atau publik terhadap hukum akan luntur, bahkan bisa hilang.

Analisis Kasus

Dibuktikan dari serangkaian tindakan kriminal, jika merujuk data Polisi Daerah Aceh tercatat 14 kasus yang diindikasikan kuat ada andil keterlibatan Din Minimi dan kelompoknya. Keseluruhan kasus dominan penculikan, pemerasan, pembunuhan, dan lain-lain. Berikut ini data kasusnya :

No

Nomor Laporan

Jenis Kasus

Pelapor

Tempat Kejadian

1 Lp/33/VII/2013/Sek Julok 16 Juli 2013 Penculikan dan Pemerasan Razali Bin Yakob 36 tahun, wiraswasta Dusun Leube Ali, Desa Cok Kumbang, Kecamatan Baktiya, Aceh Utara.
2 Lp/38/VII2014/Sek Julok
08 Juli 2013
Penculikan dan Pemerasan Ismail Alias Mae Bin Yunus, 32 tahun, PNS. Dusun Tualang Tinggi, Desa Teupin Raya, Kecamatan Julok, Aceh Timur.
3 Lp/67/VII/2014/SPKT tanggal 11 Juli 2014 Pengerusakan dan Pemerasan Naswar alias Yan Peneng Bin Muhamad, wiraswasta Dusun Balng Asan, Desa Beringin, Kecamatan Peureulak Barat, Aceh Timur.
4 Lp/75/VII/2014/SPKT tanggal 26 Agustus 2014 Penculikan dan Pemerasan Indra Akbar, 25 tahun, wiraswasta. Dusun Teuku Pakeh, Desa Lamteungoh, Kecamatan Darul Hikmah, Aceh Jaya.
5 Lp/130/IX/2014/Sek Idi Rayeuk 7 September 2014 Penculikan dan Pemerasan Hasanah binti Nurdin, 30 tahun, IRT Teupin jareng, Kecamatan Idi Reyeuk, Aceh Timur
6 Lp/11/II/Pa/ResAut/SPKT tanggal 4 Febuari 2015 Penculikan dan Penggunaan Senjata Api Aceh Utara
7 Lp/01/2015/Reski, tanggal 04 Febuari 2015 Penculikan dan Penggunaan Senjata Api
8 Lp/55/II/2015Aceh/Res Lsmw, tanggal 16 Febuari 2015 Penculikan dan Penggunaan Senjata Api Kota Lhokseumawe
9 Lp/105//II/2015/Aceh/Res Lsmw, 22 Maret 2015 Penculikan dan Penggunaan Senjata Api Kota Lhokseumawe
10 Lp A/16/II/2015/Aceh/Res Lsmw, 23 Maret 2015 Penembakan dua anggota TNI AD Kota Lhokseumawe
11 Lp A/05/VII/2015/Aceh/Res Lsmw/Sek Simpang Keramat, 26 Juli 2015 Pembakaran truk Kota Lhokseumawe
12 Lp/309/VII/2015/Aceh/Res Lsmw, 05 Agustus 2015 Penculikan dam Pemerasan Hamdani bin Adam Desa Mane Kareueng, Kecamatan Blang Mangat, Lhokseumawe.
13 Penculikan dan Pemerasan Burhan dan istri, Basri Cs
14 Kawin Paksa Octaviani, 19 tahun, (pelaku adik Din Minimi)

Kesimpulan Data

  1. Keseluruhan kasus kelompok Din Minimi menggunakan senjata api ketika aksi kriminalitasnya.
  2. Kebanyakan kasus kelompok Din Minimi terjadi di wilayah Pase (Aceh Utara dan Lhokseumawe).
  3. Hampir sebagian besar kasus yang dilakukan kelompok Din Minimi penculikan dan pemerasan.
  4. Perlu dibuktikan melalui proses hukum jikalau tidak bersalah seorang Din Minimi.

 

Din Minimi dan Relasi Politik

skema2

Benar, bahwa ada relasi Din Minimi dengan politik terletak pada pernyataannya dirinya mengatakan memperjuangkan kepentingan masyarakat Aceh yang tidak realisasikan berupa kesejahteran bagi orang miskin, janda dan yatim korban konflik, mantan kombatan Gerakan Aceh Mrdeka, serta turunan UUPA dalam kerangka MoU Helsinki. Muatan yang diperjuangan masuk ke arena politik.

Relasi lainnya dengan politik, ketika penyelesaian kasus Din Minimi tiba-tiba oleh pihak Badan Intelijen Negara ditarik ke arena politik dengan mengatakan mengusulkan kepada presiden untuk diberikan amnesti. Jelas-jelas menurut pemahaman publik bukan pada tataran tupoksi intelijen yang wajib dilakukan BIN yaitu penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan. Jika merujuk kepada UU No 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara, Pasal 6 ayat 1 sampai 5, Tidak tertera fungsi mediator yang melekat secara institusi. Lebih jauh lagi BIN lebih cekatan membangun komunikasi lintas pengambil kebijakan terutama kepada presiden sehingga semakin membuat muatan politiknya terasa sekali. Terlihat dari pemberitaan media beberapa kali dilakukan pertemuan dengan Kementerian Polhukam, Kementerian Hukum dan HAM, dan lain-lain.

Intinya proses penegakan hukum bagi Din Minimi, jikalau benar yang disanggah pihak aparat penegak hukum klaim bahwa kasu-kasus kriminalitas yang terjadi pelakunya Din Minimi Cs, maka biarkan proses hukum yang di kedepankan. Tetapi ketika unsur politik mengintervensi urusan penegakan hukum, maka akan di cap kualitas penangannya secara hukum hanya sekedar saja. Namun areal irisan antara hukum dan politik akan melahirkan konsensus win win solution yang disepakati. Tapi menghilangkan keadilan bagi korban manakala kedua belah pihak bersepakat. Disinilah kerugian sangat besar bagi korban yang jelas-jelas telah membutuhkan keadilan dalam proses penegakan hukum terhadap Din Minimi Cs.

Korban dan Din Minimi

Dua subjek manusia Din Minimi dan korban dua hal yang kontras namun memiliki relasi kuat untuk dibahas dalam konteks tindakan Din Minimi dan kelompoknya. Berdasarkan data yang dipublis pihak aparat penegak hukum yakni Polda Aceh, menyatakan bahwa terdapat 14 kasus yang dilakukan Din Minimi Cs melalui serangkaian tindakan kekerasan, penculikan, dan pembunuhan. Data 14 kasus diindikasikan kuat Polda Aceh pelakunya adalah Din Minimi Cs pastinya menimbulkan dampak kepada korban secara langsung.

Kembali membahas Din Minimi dan korban, realitas yang terjadi yaitu pemberian amnesti telah mengeyampingkan dan memarginalkan hak-hak korban atas tindakan Din Minimi Cs. Sebagian kalangan lembaga swadaya masyarakat, analisis, penulis, dan lain-lain buta terhadap hak-hak korban yang patut di perjuangkan keadilan secara hukum, Atau mereka faham bahwa hak korban yang harus diperjuangkan secara hukum, tetapi karena kedekatan emosional, balas budi, ataupun karena memiliki kepentingan jaringan dengan institusi Badan Intelijen Negara membuat mereka menafikan hak-hak korban atas tindakan yang diklaim polisi adalah Din Minimi Cs.

Ditinjau dari kedudukan korban atas tindakan pelaku tidak secara eksplisit diatur dalam KUHAP, kecuali terhadap korban yang juga berkedudukan sebagai saksi, sehingga ketentuan dan jaminan perlindungan diberikan kepada korban yang juga menjadi saksi dalam setiap proses peradilan pidana. Jadi merujuk ketentuan itu, maka korban atas tindakan Din Minimi Cs sudah membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di kepolisian. Apalagi korban sudah bicara di media menuntut keadilan atas perlakuan Din minimi Cs yaitu, istrinya almarhum Beurujuk Cut Lilis Suryani, Eks kombatan GAM bernama Ridwan Usman alias Yet Nawan, dan lain-lain.

Keterangan dari korban ataupun keluarga korban tidak cukup untuk membuktikan bersalahnya Din Minimi Cs, karena tertuang dalam Pasal 189 ayat (4) KUHAP yang menyatakan bahwa “keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan padanya, melainkan harus disertai alat bukti yang sah.” Disinilah fungsi dan peran kepolisian untuk membuktikan kepada publik, sehingga bukan hanya mengklaim bahwa Din Minimi Cs bersalah sebagai pelaku kejahatan/kriminalitas yang diarahkan pihak kepolisian (Polda Aceh).

Sudah kewajiban kepolisian memproses laporan dari korban. Bilamana tidak ditindaklanjuti maka negara melalui aparat penegak hukum melanggar konstitusi dan undang-undang yang melindungi hak-hak korban kejahatan. Karena muatan politisnya lebih dominan dalam konteks penyelesaian Din Minimi Cs daripada penegakan hukumnya, maka perlakuannya berbeda. Ketika perlakuan berbeda membuat pemarginalan hak-hak korban.

Sekarang bagaimana harus dilakukan itu pertanyaan kuncinya, apakah tetap berkeinginan memberikan amensti Din Minimi Cs. Solusinya harus win win solution menurut hemat saya. Tetap dilakukan melalui prosedur hukum Din Minimi Cs, jikalau tidak bersalah langsung dibebaskan. Namun jika bersalah, dilakukan pemberian hukuman seringan-ringan dan diberikan grasi dari presiden. Sehingga proses hukumnya sangat cepat tidak bertahun-tahun, bisa juga langsung dihapuskan kasusnya oleh kepolisian, karena Din Minimi koorperatif, pertimbangan keinginan institusi lain, bertindak karena kepentingan masyarakat Aceh yakni korban konflk, dan lain-lain.

Lantas bagaimana dengan hak korban. Minimal hak-hak korban untuk Din Minimi Cs di proses secara hukum telah lakukan, walaupun tidak sepenuhnya sesuai harapan. Tindakan lainnya, pemerintah harus mengeluarkan pernyataan resmi sekaligus memberikan jaminan kehidupan bagi keluarga korban yang terkena dampak atas tindakan Din Minimi Cs. Di sisi lain pemerintah harus melakukan rekonsiliasi untuk keluarga korban dan Din Minimi Cs. Diharapkan menghilangkan dendam berlebihan kepada Din Minimi Cs, sehingga mampu mencegah efek negatifnya di kemudian hari.

Terpenting marwah dan martabat selaku Indonesia sebagai negara hukum tetap terjaga, ketika proses hukum dijalani dan hak-hak korban terpenuhi. Ini membuktikan keberadaan negara dalam menyelesaikan kasus Din Minimi dapat diselesaikan dengan arif dan bijaksana dengan mempertimbangkan segala aspek dampak yang akan terjadi.

 

Pertimbangan Prediksi/Skenario

No

Prediksi/Skenario 1 : Diterima

Keuntungan

Kerugian

1 Din Minimi dan kelompok tidak mengangkat senjata lagi. Martabat institusi penegak hukum dicoreng/rusak.
2 Pihak atau institusi atau lembaga pendukung Din Minimi tidak protes Memincu kelompok lain untuk berbuat serupa din minimi.
3 Citra BIN secara kinerja terangkat, karena berhasil menyelesaikan konflik di Aceh. Merusak sistem hukum yang berlaku di Indonesia.
4 Mampu mengurangi kehadiran kelompok bersenjata di Aceh Pandangan publik menilai, bahwa semua kasus yan terkait din minimi dan kelompoknya bohong belaka
5 Memicu stabilitas lokal dan nasional yang kurang kondusif, karena banyak pelaku kriminal meminta hal serupa dengan Din Minimi.
6 Tidak ada penghormatan terhadap hukum di indonesia. Menurut Pasal  1 ayat (3) UUD 1945 perubahan ketiga, negara Indonesia adalah negara hukum.
No

Prediksi/Skenario II : Diterima dengan Syarat

Keuntungan

Kerugian

1 Penghormatan terhadap hukum yang berjalan dan berlaku di Indonesia. Memicu protes dari pendukung din minimi.
 
2 Semua martabat institusi BIN dan kepolisian terjaga tanpa merasa saling kalah. Tidak sesuai harapan dan keinginan institusi BIN, karena harus diproses hukum baru diberikan amnesti, dll.
3 Menghilangkan labelisasi bahwa polisi tidak mudah di intervensi institusi lain. Hak-hak korban atas tindakan Din Minimi dan kelompoknya tidak sepenuhnya mendapatkan keadilan.
4 Tetap di proses secara hukum tapi langsung diberikan grasi, abolisi, atau pemutihan kasus. Akan terjadi penolakan keras dari Din Minimi karena tidak sesuai janji yang diberikan institusi BIN terhadap dirinya.
5 Martabat dan penilaian publik terhadap polisi “benar”.

No

Prediksi/Skenario III : Tetap di Proses Hukum

Keuntungan

Kerugian

1 Kinerja kepolisian Dinilai Profesional di mata publik. Inharmonis dan pertarungan antar institusi BIN dan Kepolisian berpeluang terjadi.
2 Hak-hak korban mendapatkan keadilan secara tuntas terpenuhi. Terjadinya operasi konspirasi/propaganda terhadap salah satu institusi yang berpolemik satu sama lainnya.
3 Membuat semakin percaya masyarakat terhadap institusi kepolisian.
.
Memicu gerakan propaganda di masyarakat untuk menyudutkan salah satu institusi.
4 Eksistensi tidak disepelekan/diremehkan oleh institusi lainnya.
 
Target kinerja dari BIN tidak puas karena tidak sesuai target.
5 Para kelompok bersenjata akan berpikir dua kali jika ingin melakukan hal serupa seperti Din Minimi Cs.

Terpenting patut dipikirkan oleh pihak-pihak, seperti Mabes Polri, Badan Intelijen Negara, Kemenkopolhukam, DPR RI, dan terkhusus kepada Presiden Jokowi yaitu bagaimana nasib nasib korban kekerasan yang telah dilakukan oleh Din Minim Cs, dimana membutuhkan keadilan yang melekat di hak konstitusi, perundang-undangan, bahkan hak hukum secara universal. Sangat perlu juga dipertimbangkan, bilamana penyelesaian kasus ini diputuskan dengan amnesti akan menjadi YURISPRUDENSI yang bukan berdasaran hukum, tapi putusan itu akan menjadi dasar dalam menyelesaikan kasus yang sama di Aceh atau daerah lain di Indonesia. Yang berakibat terabaikannya hukum tertulis dan hukum positif dalam penanganan kasus seperti ini.

Tawaran Solusi

Demi menjaga proses perdamaian yang sudah berlangsung di Aceh. Demi menjaga kepentingan kedua belah pihak yakni negara “institusi kepolisian dan Din Minimi Cs. Proses penegakan hukum dijalankan, walaupun terjadi peringan kasus yang di proses terhadap Din Minimi Cs. Ditindaklanjuti lagi dengan pemberian grasi oleh presiden kepada Din Minimi Cs, sehingga proses hukum yang dijalankan sangat riangan sekali, bahkan bisa diputihkan kasus yang diindikasikan kepada Din Minimi. Mari saling meninggalkan ego kepentingan institusi tanpa mempertimbangkan berbagai dampak yang akan timbul atas putusan amnesti yang diberikan kepada Din Minimi Cs. Ini tawaran yang sangat rasional dan mengakomondir kepentingan kedua belah pihak. Jangan gadaikan kepentingan masyarakat Aceh untuk hidup damai dengan kepentingan sekelompok atau institusi tertentu yang mengambil keuntungan di tanah endatu Aceh. Mari kita berikhtihar untuk mencintai Aceh, karena Aceh bagian tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.y

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Leave a Reply