Amnesti Jokowi dan Din Minimi
Pemerintah berencana memberikan amnesti terhadap kelompok Din Minimi di Aceh. Pemberian amnesti diusulkan Kepala Badan Intelijen Negara, Letjen (Purn) Sutiyoso setelah pertemuan Sutiyoso dengan Din Minimi pada tanggal 28 Desember 2015 lalu. Bisa dibilang sebagai bagian kompensasi yang diberikan Sutiyoso kepada Din Minimi karena sudah mau turun gunung. Namun demikian rencana pemberian amnesti bagi Din Minimi dan kelompoknya menimbulkan kontroversi dan pertanyaan publik Aceh dan nasional.
Pemberian amenesti oleh presiden tidak bisa dilakukan sembarangan diperlukan alasan dan rasionalitas yang kuat dalam pemberian amnesti. Apalagi dalam kasus Din Minimi banyak kejanggalan dan pertanyaan terkait rencana memberikan amnesti tersebut. Mengapa kepala BIN begitu gigih mengusahakan pemberian amnesti bagi Din Minimi? Ada apa dibalik kegigihan dari Sutiyoso. Harus dicermati juga apakah usulan pemberian amnesti sesuai tupoksi dalam UU No. 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara, pasal 6 dimana tidak menyebutkan ada kewenangan Badan Intelijen Negara mengusulkan amnesti. Yang menjadi pertanyaan publik adalah inisiatif BIN mengusulkan amnesti ini muncul karena apa?.
Memahami Amnesti
Pengertian amnesti berdasarkan UU No. 11 tahun 1954 tentang Amnesti menyebutkan pemberian amnesti adalah semua akibat hukum pidana terhadap orang-orang yang diberikan amnesti dihapuskan. Pandangan umum menyebutkan sebuah tindakan hukum yang mengembalikan status tak bersalah kepada orang yang sudah dinyatakan bersalah secara hukum sebelumnya. Pengertian amnesti lainnya tindakan pidana secara politik yang berupaya menentang kekuasaan negara sehingga menghambat proses jalannya pemerintahan.
Menurut pemikiran Ifdhal Kasim mantan Ketua Komnas Hak Asasi Manusia (diskusi, 03/01.2015) amnesti diberikan untuk mereka yang melakukan pidana melawan negara (crime againt state), bukan kejahatan dilakukan terhadap individu (crime againt persons). Kenapa, karena amnesti ditujukan untuk mendorong terciptanya rekonsiliasi terhadap pihak atau kelompok yang melawan negara. Intinya tidak ada amnesti untuk orang yang membunuh orang lain tanpa konteks politik.
Orang atau kelompok diberikan amnesti harus memiliki unsur atau indikator, pertama organisasi ataupun institusi militer yang makar terhadap negara, memiliki struktur mililter yang jelas, menguasai teritorial kewilayahan, diakui eksistensi di internasional, dan lain-lain. Apakah unsur atau indikator itu dimiliki Din Minimi Cs? Apakah layak dijika tidak memenuhi unsur itu diberikan amnesti?
Sepanjang rekam jejak sejarah di era Presiden Sukarno memberikan amnesti pada Daud Beureueh dan Kahar Muzakar karena terlibat DI/TII, Presiden Habibie memberikan kepada Xanana Gusmao, serta pengalaman Pemerintah Indonesia memberikan amnesti kepada Gerakan Aceh Merdeka, dll. Itu pun tidak layak dikatakan amnesti karena pihak GAM sendiri mengatakan pembebasan tahanan GAM dan Kombatan dilakukan tanpa syarat. Walaupun tidak semua anggota GAM dan Kombatan yang berstatus narapidana politik (Napol) diberikan amnesti, masih ada tiga (3) orang yang tidak diberikan, karena terlibat kasus kriminalitas. Mereka itu adalah T. Ismuhadi Jafar, Irwan Ilyas, dan Ibrahim Hasan. Jadikanlah pengalaman ini sebagai referensi sebelum memutuskan pemberian amnesti bagi Din Minimi Cs.
Aturan Pemberian Amnesti
Proses pemberian amnesti oleh presiden berpedoman kepada UUD 1945, Pasal 14 ayat 1 menyebutkan bahwa presiden memberikan amnesti memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung dan Dewan Perwakilan Rakyat, Sehingga tidak final langsung di eksekusi oleh presiden tanpa melalui proses itu. Merujuk kepada mekanisme tersebut, memberikan ruang kepada Presiden Jokowi untuk menginput segala informasi tentang Din Minimi dan kelompoknya sebelum memutuskan memberikan amnesti. Tentunya sudah mempertimbangkan aspek hukum, keamanan, sosilogis, psikologis, dan lain-lain.
Regulasi lain mengatur pemberian amnesti yakni UU No. 11 tahun 1954 tentang Amnesti adalah produk orde lama yang aturan hukum itu tidak kontekstual pada masa sekarang. Dalam konteks aturan hukum tersebut, memang Indonesia tidak memiliki aturan hukum yang komperhensif tentang pemberian amnesti. Ini sangat diperlukan merancang satu regulasi yang mengatur pemberian amnesti dan abolisi secara lebih komperhensif.
Jika rujukan pada Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 2005 tentang Pemberian Amnesti Umum dan Abolisi digunakan dalam kasus Din Minimi Kepres itu untuk GAM sedangkan Din Minimi berdasarkan informasi bukan GAM dan Kepres itu tidak berlaku bagi anggota GAM yang menggunakan senjata setelah 30 Agustus 2005,
Pertimbangan dari regulasi diatas menjelaskan sulit bagi pemerintah untuk mendapatkan peluang amnesti bagi Din Minimi. Namun bila pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah menggantikan UU Amnesti yang berlaku sangat tidak rasional, karena memerlukan dasar urgensi yang kuat, kebutuhan umum, dan lain-lain.
Fakta Kasus dan Dampak Bagi Aceh
Faktanya yang terjadi banyak sekali kasus yang di duga kuat melibatkan Din Minimi dan kelompoknya. Berdasarkan data yang terhimpun Polda Aceh terdapat 14 kasus dari tahun 2013 hingga 2015 terkait Din Minimi, hampir semua kasusnya bermotif penculikan, pemerasan, dan pembunuhan. Memunculkan tanda tanya, apakah tindakan Din Minimi mengarah kepada delik politik atau lebih kepada domain kriminalitas? Lantas dimana letak delik politiknya yang tergolong dalam pemberontakan melawan negara atau pemerintah?
Dampak di eksternal maka memicu stabilitas keamanan karena akan banyak yang memprotes baik dari narapidana yang dipenjara, proses dari berbagai kalangan di Indonesia atas putusan amnesti jikan diberikan kepada Din Minimi Cs. Di internal Aceh berakibat jika amnesti diberikan kepada Din Minimis Cs akan menimbulkan gejolak di masyarakat serta kelompok kriminalitas yang belum tertangkap. Mengapa karena hadirnya perlakuan yang berbeda secara hukum, bahkan tidak menutup kemungkinan terganggungnya stabilitas keamanan yang berdampak kepada jalannya pemerintahan dan pembangunan, termasuk tahapan maupun jalannya Pilkada 2017 nantinya.
Belum lagi, bilamana tidak dilakukan proses hukum yaitu hilangnya hak-hak keadilan bagi korban kekerasan, penculikan, pemerasan, dan pembunuhan. Sudah kewajiban negara memenuhi hak-hak korban secara berkeadilan melalui mekanisme penegakan hukum. Jika tidak dilakukan negara sudah melanggar hak konstitusi serta hak persamaan hukum bagi seluruh warga Indonesia tanpa terkecuali.
Terpenting patut dipikirkan oleh pihak-pihak, seperti Mabes Polri, Badan Intelijen Negara, Kemenkopolhukam, DPR RI, dan terkhusus kepada Presiden Jokowi yaitu bagaimana nasib nasib korban kekerasan yang telah dilakukan oleh Din Minim Cs, dimana membutuhkan keadilan sebagai hak konstitusi. Sangat perlu juga dipertimbangkan, bilamana penyelesaian kasus ini diputuskan dengan amnesti akan menjadi YURISPRUDENSI yang bukan berdasaran hukum, tapi putusan itu akan menjadi dasar dalam menyelesaikan kasus yang sama di Aceh atau daerah lain di Indonesia. Yang berakibat terabaikannya hukum tertulis dan hukum positif dalam penanganan kasus seperti ini.
Dalam aspek hukum jika dipaksakan amnesti diberikan, maka merusak tatanan hukum yang berlaku di Indonesia. Sedangkan kita negara hukum yang diatur berdasarkan konstitusi Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 1 ayat 3 menyatakan negara Indonesia negara hukum. Tidak menutup kemungkinan polemik regulasi akan melanda Indonesia, karena akan banyak ahli hukum memprotes atas putusan pemberian amnesti tersebut. Dampak lainnya yang dirasakan pada institusi penegak hukum yakni kepolisian Kepercayaan publik akan semakin merosot terhadap proses penegakan hukum di Indonesia. Intinya akan terjadi krisis kepercayaan masyarakat terhadap upaya aparatur penegak hukum dalam menegakkan hukum di tanah air. Efek lain terhadap institusi kepolisian yaitu publik menilai bahwa seluruh kerja-kerja dalam penegakan hukum terhadap Din Minimi Cs hanya kebohongan belaka, bilamana amnesti diberikan juga. Otomatis eksistensi dan marwah negara akan hilang di hati masyarakat Indonesia, karena perilaku alat negara “penegak hukum yakni kepolisian” yang berbohong atas kasus Din Minimi
Tawaran Solusi
Demi menjaga proses perdamaian yang sudah berlangsung di Aceh. Demi menjaga kepentingan kedua belah pihak yakni negara “institusi kepolisian dan Din Minimi Cs. Proses penegakan hukum dijalankan, walaupun terjadi peringan kasus yang di proses terhadap Din Minimi Cs. Ditindaklanjuti lagi dengan pemberian grasi oleh presiden kepada Din Minimi Cs, sehingga proses hukum yang dijalankan sangat riangan sekali. Mari saling meninggalkan ego kepentingan institusi tanpa mempertimbangkan berbagai dampak yang akan timbul atas putusan amnesti yang diberikan kepada Din Minimi Cs. Ini tawaran yang sangat rasional dan mengakomondir kepentingan kedua belah pihak. Jangan gadaikan kepentingan masyarakat Aceh untuk hidup damai dengan kepentingan sekelompok atau institusi tertentu yang mengambil keuntungan di tanah endatu Aceh. Mari kita berikhtihar untuk mencintai Aceh, karena Aceh bagian tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Aryos Nivada
Peneliti Jaringan Survey Inisiatif
Average Rating