Pembebasan Abu Bakar Ba’asyir, dengan instrumen apa?
Polemik rencana pembebasan ustaz Abu Bakar Ba’asyir terus menggelinding. Di tengah hiruk pikuk pesta nasional (Pemilu dan Pilpres), wacana ini menjadi bahan politisasi kedua kubu calon presiden. Di sisi lain, Australia melalui perdana mentri Scott Morisson mennghubungi pemerintah indonesia untuk memprotes rencana tersebut. Namun Pemerintah Indonesia spertinya telah bulat memutuskan untuk melanjutkan rencana pembebasan Abu Bakar Ba’asyir, seperti yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. Beliau menegaskan Australia tak boleh ikut campur soal rencana keputusan pemerintah Indonesia membebaskan tahanan kasus terorisme Abu Bakar Ba’asyir.
Wacana pembebasan ini tentu memerlukan landasan hukum yang kuat. Kebijakan presiden Jokowi untuk membebaskan Abu Bakar Ba’asyir haruslah didukung oleh instrumen hukum yang memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Ada tiga opsi untuk mewujudkan wacana pembebasan Abu Bakar Ba’asyir. Pertama, Bebas Murni. jika Instrumen ini yang digunakan, maka Abu Bakar Ba’asyir baru akan selesai menjalani hukuman sekitar akhir desember 2023. Hal ini berdasarkan keterangan Dirjen PAS Kementrian HUkum dan Keamanan RI.
Kedua, Pembebasan Bersyarat. Hal ini merupakan hak dari seorang terpidana, dan diatur dalam UU No. 12 Tahun 1995, dan Peraturan Menteri HUkum dan Ha, No. 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tatacara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti mengunjungi Keluarga, Pembebasan bersyarat, Cuti menjelang bebas, dan Cuti besyarat.
Salah satu syarat terpenting dalam peraturan tersebut, terpidana harus telah menjalani 2/3 masa hukuman. Dalam kasus Abu Bakar Ba’asyir, 2/3 masa hukuman tersebut jatuh pada tanggal 13 Desember 2018. Jika instrumen ini digunakan, maka hak Abu Bakar Ba’asyir untuk dibebaskan selama beliau mengajukan permohonan dan Menkumham mengabulkan prmohonan tersebut. Persoalannya adalah, apakah Abu Bakar Ba’asyir sudah mengajukan permohonan tersebut?
Opsi Ketiga adalah Grasi. Grasi merupakan pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau bahkan penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden. Persoalan yang sama muncul, Apakah Abu Bakar Ba’asyir sudah mengajukan permohonan grasi? Karena posisi presiden adalah pasif, mengabulkan permohonan grasi dari terpidana.
Apresiasi tentu kita berikan kepada Presiden Jokowi dengan wacana ini. Instrumen hukum apapun yang digunakan, telah menunjukkan kepada publik bahwa nilai keadilan tetap ditegakkan bersama azas Kemanusiaan dan HAM.
Photo: tempo.co
Nuruli | Jaringan Survei Inisiatif.