Hobi Sang Gubernur Bongkar Pasang SKPA
Sesak plus kesal itulah dirasakan saya selaku masyarakat Aceh melihat hobi seorang Gubernur Aceh Zaini Abdullah bongkar (pergantian) jajaran SKPA (Satuan Kerja Pemerintah Aceh) sebanyak tujuh kali sejak kepemimpinannya. Itulah hobi unik dari seorang Gubernur Provinsi Aceh.
Sedikit penuh tanda tanya bagi publik Aceh, ketika pergantian dilakukan pada akhir tahun menjelang tutup tahun 2015, walaupun beralasan banyak melakukan penyimpangan. Kalau merujuk kepada regulasi, sah-sah saja gubernur mengganti kepala dinas karena dimandatkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 09 tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Kemudian diatur lagi di UU No. 05 tahun 2014 tentang Apratur Sipil Negara. Sehingga tidak ada yang salah jika ditinjau dari regulasi atau peraturan yang mengaturnya.
Hanya saja cara Gubernur Aceh Zaini Abdullah patut dipertanyakan publik karena kurang bijak dalam mengganti struktur di jajaran SKPA sebanyak tujuh kali. Hal ini memberikan kesan tidak serius mengurus Pemerintahan Aceh. Bahkan bongkar pasang kepala dinas tidak menggunakan mekanisme yang transparan dan akuntabilitas dalam menetapkan posisi pucuk pimpinan pada dinas-dinas. Seharusnya keberadaan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) dapat difungsikan secara maksimal melakukan fit and proper test (integritas, profesional, inovatif), termasuk melakukan “track record” yang jelas dan terbuka. Baiknya gubernur memberikan informasi kepada publik alasan pergantian itu, sehingga pertanggungjawaban moral gubernur di mata masyarakat Aceh dapat terjelaskan.
Sejalan dengan pendapat Miftah Thoha (2009), mengatakan dalam menempatkan birokrat sebagai pelayan perlu menganut ”unitary system”. Artinya berkaitan dengan norma, standar dan prosedur kepegawaian yang berlaku di provinsi harus mampu disinergiskan dengan kabupaten/kota, bahkan dapat dilakukan hingga ke level pusat. Dalam konteks praktek di Aceh sudah semestinya gubernur Aceh memerintahkan mendesain dengan menginstruksikan kepada institusi/badan yang diberikan tupoksi tersebut. Lebih jauh, pakar administrasi tersebut menegaskan “desentralisasi terhadap norma, standar dan prosedur kepegawaian justru akan dapat memecahbelah persatuan dan kesatuan bangsa”.
Bagusnya dilakukan evaluasi mengapa terjadi perombakan sebanyak tujuh kali di struktur SKPA Provinsi. Jangan sampai ditemukan pada saat evaluasi, bahwa pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS dari jabatan struktural sering tidak mengindahkan jenjang kepangkatan seseorang dan pada pada pembinaan kepegawaian yang telah dilakukan sebelumnya, terutama terkait dengan bidang kompetensi yang dimiliki serta diklat-diklat yang telah diikutinya (Diklat Struktural, Diklat Teknis dan Diklat Fungsional).
Sedikit kecewa bahwa proses bongkar pasang di jajaran SKPA sebanyak tujuh kali lebih, berdasarkan input berbagai sumber informasi lebih cenderung karena faktor tekanan pembisik di sekeliling gubernur. Jika alasan kinerja yang tidak baik, tidak berbanding lurus dari fakta yang terjadi. Dimana masih ada beberapa orang yang di angkat tidak memiliki kinerja baik tetap di pertahankan. Seakan-akan baru dengan pergantian struktur di SKPA namun wajah lama yang dilantik. Ini tidak ubahnya bungkusan baru isi tetap sama. Semakin aneh manakala sang gubernur melantik orang yang tidak memiliki background pengalaman di dinas yang ditempatkan sang gubernur.
Sudah menjadi rahasia umum dan pembicaraan dimana-mana, kalau mau jadi kepala dinas harus memiliki pengaruh dekat dengan sang gubernur Aceh. Jika dikalangan Pegawai Negeri Sipil ingin menduduki jabatan bergengsi itu. Berbagai cara dapat dilakukan mengatasnamakan ambisi pribadi PNS menjadi orang nomor satu di dinas-dinas, mulai dari menggunakan jalur kesukuan, relasi politik sebagai tim sukses, bahkan sampai harus menyetor sejumlah uang kepada broker dari lingkaran dekat sang gubernur agar di goalkan sang PNS menjadi kepala dinas. Kita harus tidak semua pejabat dilingkungan dinas atau badan tidak memiliki kinerja yang baik. Ada beberapa yang memiliki kinerja yang memuaskan, bahkan bisa dibilang mendapatkan nilai A atau rapor biru.
Dari segi logika rasional politik perubahan ditengah tahun dilakukan Zaini Abdullah. Jika Zaini selaku hal itu ada dua kemungkinan pertama upaya untuk menjegal pengoptimalan anggaran pemerintah bagi Muzakir Manaf untuk persiapan Pilkada 2017. Kedua mempersiapkan Zaini maju kembali ke Pilkada 2017 dengan memanfaatkan akses anggaran di dinas-dinas. Jikalau prediksi ini benar, maka semakin menarik Pilkada 2017 nantinya. Saya berharap Zaini Abdullah berpartisipasi kembali ke gelanggang politik di Pilkada nanti. Tentunya orang-orang disekeliling Zaini akan mendorong hal itu.
Dampak dari bongkar pasang kepala dinas hingga tujuh kali mempengaruhi pengelolaan pemerintahan yang sedang berjalan. Bisa dikatakan tata kelola pemerintahan menjadi kacau, karena asik bongkar pasang. Hal-hal dalam tata kelola pemerintah yang terpengaruh, seperti penyerapan anggaran, relasi tim kerja di masing-masing internal, relasi dengan pihak eksternal harus dikondisikan dari awal lagi, dan lain-lain. Jika begini terus sampai berakhir masa jabatan maka bisa dipastikan ambradul sistem pengelolaan pemerintahan di Aceh. Lagi-lagi berdampak kepada penilaian buruk dari Kementerian Dalam Negeri atas kinerja birokrasi di Provinsi Aceh.
Efek lainnya barisan sakit hati yang di lengserkan gubernur Zaini Abdullah berpeluang akan melakukan tindakan-tindakan mengganggu jalannya pemerintahan. Mereka akan bercerita kepada publik bagaimana perlakuan yang dirasakan mereka menjalin relasi dengan lingkaran gubernur dan pembisiknya.
Kalau gubernur Zaini Abdullah cerdas dan tidak disorientasi dalam menata jalannya pemerintahan Aceh, maka Aceh bisa menjadi model bagi provinsi lain di Indonesia dalam mengelola birokrasi. Tentunya harus serius melaksanakan perubahan mengelolaan birokrasi. Manfaatkan keberadaan posisi mengontrol secara tegas, berkarakter, dan mampu memberikan bukti atas dedikasinya membawa perubahan birokrasi di Provinsi Aceh. Itulah fenomena sekaligus keunikan sang gubernur Aceh yang memiliki hobi bongkar pasang SKPA. Itulah sekelumit pemikiran saya. Wassalam.
Aryos Nivada
Direktur Eksekutif Politik Desain
Average Rating