KKR Aceh Lahir, Pengamat Ungkapkan Kekhawatiran

Read Time:2 Minute, 36 Second

Banda Aceh-Sejumlah tantangan akan dihadapi oleh Pemerintah Aceh dan tim KKR Aceh ke depan. Sebut saja soal anggaran yang akan terserap sangat banyak untuk proses rekonsiliasi dan reparasi korban. Soal jumlah korban dan pihak Jakarta yang masih banyak menolak hadirnya KKR di Indonesia.

Demikian pernyataan Aryos Nivada , MA, pengamat politik dan keamanan Aceh, Minggu (22/11/2015) kepada The Globe Journal melalui siaran persnya.

Menurut peneliti di Jaringan Survey Inisiatif (JSI) itu, soal pertama yang akan dihadapi oleh komisioner nantinya adalah tentang anggaran. Dana yang akan terserap ke KKR Aceh tidak sedikit. Operasional komisioner, kebutuhan hak-hak korban seperti rehabilitasi, kompensasi dan restitusi bukanlah proses yang sedikit menyerap dana publik.

“Tantangan lainnya dalam proses ini adalah sejauh mana nantinya kerja tim komisioner agar semua dana yang kelak akan dikeluarkan tepat sasaran. Tentunya ini butuh data, tanpa data, akan terjadi ketimpangan di lapangan. Bila minim dana, ya tim ini seperti mobil tanpa bensin,” ujarnya.

Terkait dana, Aryos mengatakan Pemerintah Aceh masih bisa menempuh cara dengan lobi-lobi lembaga internasional. Namun itu baru bisa dilakukan bila Pemerintah Pusat tidak memberikan restu dan berakibat tidak bisa diaksesnya APBN sebagai bagian dari pembiayaan.

Kemudian Pasal 299, 230, 231 UU Nomor 11 Tahun 2006 yang mengatakan bahwa pembentukan KKR Aceh harus merujuk pada KKR Nasional. Maka jelas sekali bahwa KKR Nasional belum dibentuk pasca dianulir oleh MK. Sehingga KKR Aceh tanpa payung hukum.

Kemudian dia mempertanyakan apakah Qanun KKR Aceh sudah rinci menjelaskan model atau mekanisme pelaksanaan tugasnya oleh komisioner KKR Aceh? Bila belum maka masih diperlukan lahirnya Peraturan Gubernur (Pergub)Aceh.

Di tingkat Nasional, tambah Aryos, kelahiran UU KKR memang tidak diinginkan oleh sebagian orang di pusat. Selain karena proses bertambahnya beban APBN serta akan mengusik aktor pelanggar HAM yang kini banyak menduduki jabatan strategis.

“Ini nampak, walau selalu masuk prolegnas, namun stagnan dan tidak kunjung dibahas,” imbuh penulis buku KKR Aceh Dalam Pusaran Kontrol.

Jakarta Tidak Bersikap
Sejak disahkan pada tahun 2013 sampai dengan sekarang, Pemerintah Pusat tidak memberikan tanggapan apapun terhadap lahirnya Qanun Aceh Nomor 17 tahun 2013 Tentang KKR Aceh. Artinya qanun tersebut sudah sah untuk dijalankan.

Terkait dengan pendanaan, pihak DPRA akan mengalokasikannya melalui dana otsus dan dana-dana lainnya yang ada.

Kemudian soal selama apa tim komisioner KKR akan bekerja, itu semua tergantung dari rencana kerja yang disusun. “Soal dana akan DPRA anggarkan dari Otsus dan dana lainnya. Demikian juga durasi waktu adanya tim KKR ini , semua tergantung rencana kerja yang disusun,” ujar Abdullah saleh, ketua Komisi I DPRA, Sabtu (21/11/2015) saat melakukan konferensi pers di ruang kerjanya.

Soal bisakah KKR Aceh bekerja tanpa payung nasional, Abdullah Saleh mengatakan payung hukumnya UU PA Nomor 11 tahun 2006. Hasil komunikasi dengan pusat, selama belum dibentuknya KKR nasional, maka payungnya tetap itu.

Kemudian bila UU KKR Nasional lahir, maka KKR Aceh akan menyesuaikan diri tanpa perlu membubarkan lembaganya-bila programnya belum selesai.

Sejauh ini, hasil rekomendasi bersama antara DPRA dan Gubernur Aceh bersepakat bahwa sebelum lembaga ini lahir, tugas gubernur adalah melakukan komunikasi ke berbagai pihak baik institusi negara, khususnya Presiden RI maupun lembaga internasional termasuk LSM luar negeri yang akan dikirimkan surat tembusan. [The Globe Journal/JSI]

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Leave a Reply