Banyak Caleg Incumbent Terlempar dari Senayan, Ini Analisisnya

Read Time:1 Minute, 56 Second

Sejumlah caleg incumbent tidak bisa duduk lagi di Senayan. Sebaliknya, wajah-wajah baru akan menggantikan mereka untuk mengisi ruang-ruang di Senayan. Kondisi ini dialami seluruh partai, tidak hanya yang perolehan suaranya anjlok.

Pengamat politik Ray Rangkuti menilai ada beberapa hal yang menyebabkan kondisi ini.

“Awalnya, menunjukkan bahwa antara popularitas dan elektabilitas tidak berjalan beriringan. Yang populer tidak dengan sendirinya punya keterpilihan yang tinggi. Ia bisa populer di dunianya, tapi di politik ia tak dikenal sebagai siapa-siapa,” tutur Ray kepada Okezone, Sabtu (26/4/2014).

Kedua, lanjut dia, pemilih lebih cerdas menentukan siapa yang mereka pilih. Mereka dapat membedakan dengan jelas antara makna populer dan makna kapasitas.

“Yang populer dengan keahlian tertentu belum tentu memiliki kapasitas di dunia politik. Dunia politik menuntut keahlian sendiri. Faktor yang sama ini juga memberi penjelasan bahwa anggota-anggota DPR yang populer tapi dengan kinerja yang serba kontroversial juga terkena imbas. Kesadaran pemilih juga berlaku dalam hal penghargaan dan penghakiman,” jelasnya.

Ia pun melihat fenomena ini menunjukkan bahwa perpolitikan di Indonesia sudah naik kelas.
“Pada tingkat tertentu, makin profesional. Profesional itu mengaitkan antara kecerdasan, keahlian, dan kemandirian. Di tempat ini, pemilih kita meningkat (kesadarannya). Menjadi politisi tidak bisa dengan modal sambil belajar. Politik kita membutuhkan pendekatan-pendekatan yang lebih bersifat politis. Kemampuan kampanye, orasi, meyakinkan orang, mengemukakan ide, dan sebagainya, menjadi keniscayaan. Tanpa kemampuan tersebut, kita bisa tertinggal dalam politik. Dalam rangka inilah, pemilih makin mandiri menentukan piihan-pilihannya,” tuturnya.

Lebih lanjut ia menganggap bahwa faktor suku, agama, ras, dan uang, tak bisa menjadi alat pikat bagi pemilih. Sebaliknya, pendekatan yang lebih personal lebih efektif.

“Istilah blusukan itu bukan sekadar tren, tapi itu akan menjadi model kampanye yang paling menentukan,” tukasnya.

Ray menutup analisisnya dengan pernyataan masih perlu dilakukan analisis mendalam tentang perubahan cara pandang masyarakat dalam menentukan wakilnya.

“Analisis ini lagi-lagi tak bisa berlaku umum. Kita menunggu studi yang lebih dalam. Lebih-lebih, pemilu saat ini banyak dikacaukan dengan praktik politk uang. Jadi, butuh waktu untuk meneliti dan mendalam sebelum mengambil kesimpulan,” pungkasnya.

Seperti diketahui, beberapa caleg incumbent yang populer tidak bisa kembali ke Senayan lantaran perolehan suara mereka minim. Bahkan, mereka kalah bersaing dengan pendatang baru di partai masing-masing. Beberapa nama yang caleg incumbent yang terlempar adalah Eva Sundari dari PDIP, Nurul Arifin dari Golkar, serta Sutan Bhatoegana dan Inggrid Kansil dari Partai Demokrat.

(pemilu.okezone.com)

About Post Author

JSI

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Leave a Reply